Sejarah Perayaan Maulid Nabi
Muhammad Saw
Bulan
Rabiul Awwal merupakan bulan dimana nabi yang paling agung, nabi yang membawa
risalah terakhir dilahirkan. Hampir sebagian umat Islam khususnya di Indonesia merayakan hari lahirnya
sang pembawa cahaya, yang mengeluarkan umatnya dari zaman kegelapan hingga
zaman terang benderang. Kebanyakan umat Islam merayakannya sebagai ungkapan
rasa syukur dan cinta begitu besar kepada Nabi Muhammad Saw.
·
Awal Mula Peringatan Maulid Nabi
Peringatan
Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh Raja Irbil (wilayah Irak sekarang),
bernama Muzhaffaruddin Al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 Hijriyah. Ibn Katsir
dalam kitab Tarikh berkata:
Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan
Maulid Nabi pada bulan Rabi'ul Awal. Dia merayakannya secara besar-besaran. Dia adalah
seorang yang berani, pahlawan, alim dan seorang yang adil.
Dijelaskan
oleh Sibth (cucu) Ibn Al-Jauzi bahwa dalam peringatan tersebut, Sultan
Al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh ulama dari berbagai
disiplin ilmu, baik ulama dalam bidang ilmu Fiqh, ulama Hadits, ulama dalam bidang ilmu kalam, ulama
usul, para ahli tasawuf, dan lainnya. Sejak tiga hari, sebelum
hari pelaksanaan Maulid Nabi, dia telah melakukan berbagai persiapan. Ribuan
kambing dan unta disembelih untuk hidangan para hadirin yang akan hadir dalam
perayaan Maulid Nabi tersebut. Segenap para ulama saat itu membenarkan dan
menyetujui apa yang dilakukan oleh Sultan Al-Muzhaffar tersebut. Mereka semua
berpandangan dan menganggap baik perayaan Maulid Nabi yang digelar untuk
pertama kalinya itu.
Ibn
Khallikan dalam kitab Wafayat Al-A`yan menceritakan bahwa Al-Imam Al-Hafizh Ibn
Dihyah datang dari Maroko menuju Syam dan seterusnya ke Irak. Ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijriah, dia
mendapati Sultan Al-Muzhaffar, raja Irbil tersebut sangat besar perhatiannya
terhadap perayaan Maulid Nabi. Oleh karena itu, Al-Hafzih Ibn Dihyah kemudian
menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “Al-Tanwir Fi Maulid
Al-Basyir An-Nadzir”. Karya ini kemudian dia hadiahkan kepada Sultan Al-Muzhaffar.
Para ulama, semenjak zaman Sultan
Al-Muzhaffar dan zaman selepasnya hingga sampai sekarang ini menganggap bahwa
perayaan Maulid Nabi adalah sesuatu yang baik. Para ulama terkemuka dan Huffazh
Al-Hadis telah menyatakan demikian. Di antara mereka seperti Al-Hafizh Ibn
Dihyah (abad 7 H), Al-Hafizh Al-Iraqi (w. 806 H), Al-Hafizh As-Suyuthi (w. 911
H), Al-Hafizh Al-Sakhawi (w. 902 H), SyeIkh Ibn Hajar Al-Haitami (w. 974 H),
Al-Imam Al-Nawawi (w. 676 H), Al-Imam Al-Izz ibn Abd Al-Salam (w. 660 H), mantan
mufti Mesir yaitu Syeikh Muhammad Bakhit Al-Muthi’i
(w. 1354 H), mantan Mufti Beirut Lubnan yaitu Syeikh Mushthafa Naja (w. 1351
H), dan terdapat banyak lagi para ulama besar yang lainnya. Bahkan Al-Imam
Al-Suyuthi menulis karya khusus tentang Maulid yang berjudul “Husn Al-Maqsid Fi
Amal Al-Maulid”. Karena itu perayaan Maulid Nabi, yang biasa dirayakan pada
bulan Rabiul Awal menjadi tradisi umat Islam di seluruh
dunia, dari masa ke masa dan dalam setiap generasi ke generasi.
Para
ahli sejarah, seperti Ibn Khallikan, Sibth Ibn Al-Jauzi, Ibn Kathir, Al-Hafizh
Al-Sakhawi, Al-Hafizh Al-Suyuthi dan lainnya telah sepakat menyatakan bahwa
orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan
Al-Muzhaffar. Namun juga terdapat pihak lain yang mengatakan bahwa Sultan Salahuddin Al-Ayyubi adalah orang yang pertama kali
mengadakan Maulid Nabi. Sultan Salahuddin pada kala itu membuat perayaan Maulid
dengan tujuan membangkitkan semangat umat islam yang telah padam untuk kembali
berjihad dalam membela islam pada masa Perang
Salib.
Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullah mengatakan,
صَلَاحِ الدِّينِ الَّذِي فَتَحَ مِصْرَ ؛
فَأَزَالَ عَنْهَا دَعْوَةَ العبيديين مِنْ الْقَرَامِطَةِ الْبَاطِنِيَّةِ
وَأَظْهَرَ فِيهَا شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ
Artinya:
“Sholahuddin-lah yang menaklukkan
Mesir. Dia menghapus dakwah ‘Ubaidiyyun yang menganut aliran Qoromithoh
Bathiniyyah (aliran yang jelas sesatnya, pen). Shalahuddin-lah yang
menghidupkan syari’at Islam di kala itu.”[2]
Dalam perkataan lainnya, Ahmad bin
‘Abdul Halim Al Haroni rahimahullahmengatakan,
فَتَحَهَا مُلُوكُ السُّنَّة مِثْلُ
صَلَاحِ الدِّينِ وَظَهَرَتْ فِيهَا كَلِمَةُ السُّنَّةِ الْمُخَالِفَةُ
لِلرَّافِضَةِ ثُمَّ صَارَ الْعِلْمُ وَالسُّنَّةُ يَكْثُرُ بِهَا وَيَظْهَرُ
Artinya:
“Negeri Mesir kemudian ditaklukkan
oleh raja yang berpegang teguh dengan Sunnah yaitu Shalahuddin. Dia yang
menampakkan ajaran Nabi yang shahih di kala itu, berseberangan dengan ajaran
Rafidhah (Syi’ah). Pada masa dia, akhirnya ilmu dan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semakin terbesar luas.”
Sumber lain mengatakan perayaan Maulid
yang sebenarnya diprakarsai oleh Dinasti Fatimiyyun sebagaimana dinyatakan oleh
banyak ahli sejarah. Berikut perkataan ahli sejarah mengenai Maulid Nabi.
Al
Maqriziy, seorang pakar sejarah mengatakan, “Para khalifah Fatimiyyun memiliki
banyak perayaan sepanjang tahun. Ada perayaan tahun baru, hari ‘Asyura, maulid (hari
kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulidFatimah az-Zahra, maulid khalifah yang sedang berkuasa, perayaan malam
pertama bulan Rajab, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan malam pertengahan bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Ramadhan, perayaan malam penutup Ramadhan, perayaan ‘Idul Fithri, perayaan ‘Idul Adha, perayaan‘Idul Ghadir, perayaan musim dingin dan musim panas, perayaan malam Al
Kholij, hari Nauruz (Tahun Baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal),
hari Al Khomisul ‘Adas (3 hari sebelum paskah), dan hari Rukubaat.”
Asy
Syaikh Bakhit Al Muti’iy, mufti negeri Mesir dalam kitabnya mengatakan bahwa
yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid yaitu: perayaan Maulid (hari
kelahiran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maulid ‘Ali, maulid Fatimah,
maulid Al Hasan, maulid Al Husain –radhiyallahu ‘anhum- dan maulid khalifah
yang berkuasa saat itu yaitu Al Mu’izh Lidinillah (keturunan ‘Ubaidillah dari
dinasti Fatimiyyun) pada tahun 362 H.
Begitu
pula Asy Syaikh ‘Ali Mahfuzh dalam kitabnya Al Ibda’ fi Madhoril Ibtida’ (hal.
251) dan Al Ustaz ‘Ali Fikriy dalam Al Muhadhorot Al Fikriyah (hal. 84) juga
mengatakan bahwa yang mengadakan perayaan Maulid pertama kali adalah
‘Ubaidiyyun (Fatimiyyun).
·
Kesimpulan
Nilai Yang Dapat Diambil Dari Peringatan Maulid Nabi
Dan hingga saat ini peringatan Maulid Nabi
selalu dirayakan secara meriah oleh umat Islam. Selain itu, nilai yang dapat
diambil dari peringatan Maulid Nabi adalah menambah kerukunan antar umat muslim
dengan saling bergotong royong dalam memeriahkan acara Maulid Nabi dan menambah
keeratan silahturahmi sesama umat Islam.
Saling toleransi dan membantu sesama umat muslim.
Daftar Pustaka :
Komentar
Posting Komentar